In Memoriam
Liem Hian Swie (1953–2013)
Hian Swie adalah salah seorang sahabat terbaik yang pernah diberikanNya bagi saya. Saya mengenalnya di SMP (Petra Christian School). Walau tidak pernah sekelas, kami bersahabat akrab. Rumah kami berdekatan, Swie di jalan Comal, dan saya di jalan Trunojoyo. Barangkali karena begitu seringnya saya ke rumah Swie, dan sebaliknya—masih zaman bersepeda—ibunya selalu memanggil saya seperti beliau memanggil anaknya: “Hian” Liat.
Mungkin sebagaimana tipikal “arek Suroboyo”, Swie merupakan pribadi yang lurus, gaya berbicaranya tidak berbunga-bunga. Pada dasarnya ia bahkan sedikit pendiam. Swie membutuhkan suasana dan lingkungan yang tepat sebelum “mesinnya panas”. Semasa SMA, kami sering jalan berenam bersama Maritjie, Astrid, Lanne, dan Soen Hok (belakangan berdelapan dengan Hilda dan Hok Liong, lalu bersepuluh dengan Ieneke dan Joe Hwie, dan lebih banyak lagi dengan Ronny Tapiheru, Hientje, dll.). Dalam lingkungan ini, Swie bagai ikan bertemu air.
Swie selalu sangat perhatian pada temannya. Ketika ia telah memiliki motor, setiap pagi Swie menyempatkan diri menjemput saya ke sekolah dan mengantar saya kembali ke rumah seusai sekolah. Dengan kepribadian yang penuh perhatian, setia, dan tulus seperti itu, Swie menjadi teman berbagi yang ideal. Tidak jarang kami menghabiskan waktu bersama, bercakap-cakap hingga larut malam. Atau menonton bioskop.
Kami berpisah setelah saya melanjutkan studi saya di Yogyakarta, dan hanya sesekali sempat berkumpul kembali ketika saya pulang ke Surabaya. Pertemuan terakhir saya dengannya adalah pada reuni pertama alumni Petra pada 22 Januari 2011 di Urban Kitchen, Senayan City, Jakarta. Dalam pertemuan yang serba riuh ini pun Swie lebih banyak duduk di salah satu sudut ruang; ia menikmatinya, tapi tidak larut atau tergoda untuk menjadi show-off.
Natal 2013 menjadi Natal paling kelabu sepanjang hidup saya. Penjemput yang setia ini kembali ke rumah Bapa, seusai mengumpulkan persembahan (kolekte) pada malam kebaktian Natal 24 Desember 2013 pukul 20.30 di Gereja Kristen Indonesia (GKI) di kawasan Bendul Merisi, Surabaya.
Selamat jalan sahabat tersayang. Malaikat-malaikat penjemputmu akan membuka lebar-lebar pintu surga bagimu.
(Di kejauhan, terdengar sendu himne Gloria in excelsis Deo…)
Hanny Kardinata
Jakarta, 25.12.13